
Editor: Zulfadhli Anwar
INFO24JAM.ID-Jakarta|Sambutan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. K. H. Haedar Nashir, M.Si dalam acara Pengkajian Ramadhan PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), 06 Ramadhan 1446 H, Haedar Nashir menekankan bahwa Muhammadiyah konsisten menyuarakan Islam wasatiyah.
Hal itu mendapat dukungan dari Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang (UM Tangerang), DR. H. Desri Arwen, M.Pd, “Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh polarisasi, konsep Islam moderat atau *Islam Wasatiyah* menjadi relevan untuk merajut harmoni. Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah lama mengusung prinsip ini melalui gerakan pembaruan yang berlandaskan keseimbangan.” Sebut Desri Arwen, Senin (10/3/2025).
Desri Arwen yang akrab disapa Buya Arwen, putra kelahiran Manggopoh, Lubuk Basung, Minangkabau ini mengutarakan tentang penguatan bagaimana Muhammadiyah menerapkan Islam Wasatiyah dalam praktik keagamaan dan sosial.
“Memahami Islam Wasatiyah,
istilah Wasatiyah berasal dari Quran (QS. Al-Baqarah: 143), di mana umat Islam disebut sebagai *ummatan wasatan* (komunitas pertengahan).
Konsep ini menekankan keseimbangan antara aspek spiritual dan duniawi, tradisi dan modernitas, serta penghindaran ekstremisme.
Wasatiyah bukanlah jalan kompromi, tetapi prinsip keadilan, kebajikan, dan kesederhanaan yang menjadi inti ajaran Islam.” Sebut Rektor dan Tokoh Pendidikan di organisasi Islam Muhammadiyah ini.
Lebih lanjut Buya Arwen menjelaskan, Muhammadiyah; Sejarah dan visi moderasinya;
Semua tahu Muhammadiyah didirikan pada 1912 oleh KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah lahir sebagai respons terhadap stagnasi umat Islam di masa kolonial.
Visinya menggabungkan pemurnian akidah (*tajdid*) dengan pembaruan sosial melalui pendidikan dan pelayanan kesehatan,”ulas Buya Arwen.
Pendekatan itu, lanjut Buya Arwen mencerminkan Wasatiyah menjaga autentisitas ajaran sambil merespons tantangan zaman.
Berikut
**Pilar-pilar Wasatiyah Muhammadiyah:**
1.**Pendidikan dan Pencerdasan**
Muhammadiyah memiliki ribuan sekolah, pesantren, dan universitas yang mengintegrasikan ilmu agama dengan sains modern.
Buya Arwen menambahkan,
“AUM seperti Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) menjadi contoh bagaimana tradisi keIslaman berdialog dengan teknologi dan ilmu sosial, mendorong pemikiran kritis tanpa mengikis nilai agama, dengan mengakomodir mahasiswa Kristen melalui Komunitas Mahasiswa Kristen UMT.” Imbuhnya.
2.**Pelayanan Sosial Inklusif**
Rumah sakit, panti asuhan, dan program pemberdayaan ekonomi Muhammadiyah melayani semua kalangan tanpa diskriminasi.
“Ini mencerminkan prinsip Wasatiyah: beramal nyata untuk kemanusiaan sebagai bentuk ibadah.” Jelas Buya Arwen.
3.**Ijtihad Kontekstual**
Muhammadiyah aktif melakukan reinterpretasi (ijtihad) terhadap teks keagamaan untuk menjawab isu kontemporer, seperti lingkungan, kesetaraan gender, dan bioetika.
“Misalnya, fatwa tentang donor organ atau larangan plastik sekali pakai menunjukkan komitmen pada maslahat (kebaikan bersama). ” Tukas Rektor muda dan enerjik ini.
4.**Menolak Ekstremisme**
Bersama Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah konsisten mengecam radikalisme dan kekerasan atas nama agama.
“Melalui Majelis Tarjih, mereka mengedukasi masyarakat tentang Islam yang ramah, menekankan *rahmatan lil ‘alamin* (menjadi berkah bagi semesta).” Ujarnya.
5.**Dialog Agama dan Sains**
“Muhammadiyah mendorong umat untuk melihat sains sebagai sarana memahami ayat-ayat kauniyah (tanda Tuhan di alam). Konferensi internasional tentang Islam dan sains sering digelar untuk memadukan iman dengan kemajuan teknologi.” Ungkap Buya Arwen.
**Tantangan dan Respons**
Sosok pria Minang yang sukses di perantauan ini menjelaskan,
“Di tengah arus globalisasi dan polarisasi ideologi, Muhammadiyah menghadapi tantangan seperti penyebaran paham radikal dan dekadensi moral.”
Menurut Buya Arwen, responsnya antara lain:
•Memperkuat pendidikan karakter berbasis Al-Quran dan Pancasila.
•Menggalakkan gerakan literasi digital untuk melawan hoaks dan ujaran kebencian.
•Berkolaborasi dengan pemerintah dalam program deradikalisasi.
“Dapat ditarik kesimpulannya begini,
Islam Wasatiyah Muhammadiyah adalah bukti bahwa moderasi bukanlah kelemahan, tetapi kekuatan untuk menjaga relevansi agama di segala zaman. Dengan prinsip keseimbangan, organisasi ini terus menjadi pionir dalam membumikan nilai-nilai Islam yang inklusif, progresif, dan berkeadaban.
Di tangan Muhammadiyah, Wasatiyah bukan sekadar wacana, tetapi aksi nyata untuk Indonesia dan dunia yang lebih harmonis.” Tutup Buya DR. Desri Arwen, Rektor UM Tangerang. ***
Nukilan: fb / aznil fajri.